No menu items!

Perkuat Kembali Penyuluhan Pertanian

Must Read

Penulis : Entang Sastraatmadja (Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat)

Selasa 21 Juni 2022, teman-teman Prodi Penyuluhan Pertanian dan Komunikasi Fakultas Pertanian UGM menggelar FGD terkait dengan lahirnya Peraturan Presiden 35 Tahun 2022. FGD berlangsung cukup hangat dengan pemantik Prof. Sunaru, pakar Penyuluhan Pertanian yang cukup handal dan sempat menjadi anggota Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional.

Satu hal yang menarik dari FGD tersebut adalah benarkah fungsi Penyuluhan Pertanian sudah kurang menggigit sehingga Pemerintah perlu memperkuat lagi lewat Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2022? Ada apa sebetulnya dengan Penyuluhan Pertanian di negeri ini, pasca terbitnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah?

Perkuat Kembali Penyuluhan PertanianBahkan perlu juga dicari jawaban sekiranya ada yang bertanya mengapa geliat para Penyuluh Pertanian tampak semakin melemah sekarang ini? Dan banyak pertanyaan lain yang bisa kita ajukan, sehingga dapat menggugah kita untuk selalu mencari jawaban yang memuaskan.

Bagi bangsa kita, keberadaan Penyuluh Pertanian dalam pentas pembangunan, benar-benar memiliki nilai tersendiri. Sejak menggelindingnya Revolusi Hijau di tahun 1960-an, Penyuluh Pertanian adalah pendamping setia para petani dalam meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertaniannya.

Dengan ketekunannya sebagai “guru” Penyuluh Pertanian selalu mengajari petani beserta keluarganya untuk selalu menerapkan inovasi yang selama ini dihasilkan oleh para peneliti dan pemulia tanaman di Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi.

Saat itulah kita saksikan betapa harmonisnya antara Peneliti – Penyuluh – Petani dalam meningkatkan produksi menuju swasembada. Kerja bareng ini, ujung-ujungnya menghantarkan bangsa kita menjadi bangsa yang mampu menyabet predikat negara yang berswasembada beras tahun 1984.

Kita, jangan pernah sekali pun melupakan sejarah. Di era Pemerintahan Orde Baru, terbukti Presiden Soeharto mampu mencatatkan Indonesia di Badan Pangan Dunia, sebagai bangsa yang mampu memenuhi kebutuhan konsumsi berasnya dari hasil produksi dalam negeri. Petani mampu membebaskan Indonesia dari impor beras.

Mungkinkah di masa kini kita akan mampu mengukir prestasi yang sangat membanggakan itu? Kapankah bangsa ini akan mampu swasembada beras lagi? Pertanyaan ini mestinya cepat dijawab dan jangan dibiarkan seperti tidak ada yang peduli untuk mengomentari nya. Dengan pengalaman 38 tahun lalu itu, para pengelola pertanian di negeri ini, sebetulnya perlu optimis, kita akan mampu meraihnya lagi.

Optimis memang boleh dan tidak dilarang, tinggal bagaimana sikap optimis ini dapat dibuktikan dalam kehidupan nyata di lapangan. Salah satu “prime mover” yang dapat meraih harapan tersebut adalah peran dan kiprah para Penyuluh Pertanian. Dengan kapasitas dan kompetensi yang melekat dalam jiwanya, Penyuluh Pertanian berkemampuan untuk mewujudkan hasrat seperti ini.

Yang penting untuk dicermati lebih dalam, mengapa Pemerintah sampai harus mengeluarkan Peraturan Presiden No. 35/2022 tentang Penguatan Fungsi Penyuluhan Pertanian? Apakah fungsi Penyuluhan Pertanian selama ini melemah, sehingga perlu untuk diperkuat? Atau ada hal lain, yang membuat Presiden menerbitkan Perpres?

Pemerintah sendiri, tentu tidak akan menerbitkan Peraturan Presiden tentang Penguatan Fungsi Penyuluhan Pertanian, jika pelaksanaan Penyuluh Pertanian masih seperti yang diharapkan. Perpres diterbitkan, karena fakta di lapangan menunjukan dinamika Penyuluhan Pertanian sendiri, terekam seperti yang tanpa gairah.

Tapi, masalahnya akan menjadi lain, bila program Penyuluhan Pertanian yang berlangsung selama ini masih melemah sebagai dampak diporak-porandakannya kelembagaan Penyuluhan oleh adanya UU tentang Pemerintahan Daerah. Penyuluhan Pertanian tidak mampu menjadikan kehadirannya sebagai penggerak utama petani dalam meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertaniannya.

Suka atau pun tidak, lahirnya UU Pemerintahan Daerah yang mengamputasi beberapa Pasal dalam UU No. 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, menjadikan dunia Penyuluhan Pertanian seperti yang “mati suri”. Penyuluhan Pertanian ibarat ada dan tiada.

Seabreg keinginan dan kebutuhan para Penyuluh Pertanian, hampir tidak ada yang mendengarnya. Seorang sahabat malah menyatakan, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, benar-benar mampu “meminggirkan” Penyuluhan Pertanian dari pentas pembangunan.

Secara kelembagaan, dengan adanya UU No. 23/2014, Penyuluhan Pertanian tampak dibiarkan mengambang terkendali. Kalau Pimpinan Daerah memandang perlu adanya kelembagaan Penyuluhan Pertanian, maka akan diposisikan sebagai Eselon tiga dalam wadah Dinas Pertanian Tanaman Pangan, namun jika tidak dibutuhkan, bisa jadi akan diposisikan sebagai Eselon empat saja.

Kita tidak tahu dengan pasti, apakah setelah dilahirkannya Perpres tentang Penguatan Fungsi Penyuluhan Pertanian, maka dinamika Penyuluhan Pertanian akan semakin menggeliat atau tidak akan memiliki dampak apa-apa terhadap dunia Penyuluhan Pertanian? Hanya, betapa menyedihkan, bila kehadiran Perpres 35/2022 akan berlalu tanpa kesan.

Itu sebabnya kalau FGD yang diinisiasi oleh teman-teman di Fakultas Pertanian UGM ini akan dijadikan bahan dasar perumusan Deklarasi Penyuluhan Pertanian lewat Seminar Nasional pada tanggal 11 Agustus 2022, tentu kita berharap ada dampak yang diciptakannya. Bangsa ini sudah terlalu sering membahas teori tapi belum mampu diimplementasikan dengan cerdas. Kita percaya deklarasi kali ini, setidaknya akan diilhami oleh dua kata kunci, yakni revitalisasi dan kebangkitan Penyuluhan Pertanian itu sendiri. (DM05)

Latest News

Genjot Peningkatan Produksi Pangan Asal Ternak, Kementan Gandeng Pelaku Usaha

Dalam upaya peningkatan produksi pangan, khususnya pangan asal ternak untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan tujuan ekspor, Kementerian Pertanian...

More Articles Like This