No menu items!

Tanya Kenapa? Astra Stop Beli Aset Tambang Batu Bara

Must Read

PT Astra International Tbk (ASII) memutuskan untuk tidak lagi membeli aset tambang batu bara. Perseroan juga tidak akan lagi berinvestasi di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.

Presiden Direktur Astra International Djony Bunarto Tjondro menyatakan, hal itu merupakan salah satu bentuk komitmen Astra beserta semua lini bisnisnya terhadap prinsip environmental, social, and governance (ESG). Bahkan, sejak tahun lalu, perseroan mulai menggencarkan pemasangan panel tenaga surya (solar panel) di seluruh instalasi Astra di Tanah Air.

“(Hanya saja), karena instalasi Astra tersebar di ujung barat sampai ujung timur (Indonesia), tentu ini harus dilakukan bertahap. Apalagi, solar panel hingga hari ini merupakan teknologi yang masih relatif mahal. Kami juga ada kesepakatan dengan pihak penyedia listrik, dalam hal ini PLN, berapa besar yang bisa kami pasang,” ungkap Djony dalam kegiatan media visit ke kantor BeritaSatu Media Holdings (BSMH) di Jakarta, pekan lalu.

Di sisi lain, menurut dia, Astra juga mencermati struktur sumber daya alam yang terbesar di Indonesia yang terdiri atas energi hidro dan angin (wind). Meski demikian, kata Djony, energi hidro juga menghadapi tantangan deforestasi, terutama bila dikembangkan dalam skala atau kapasitas besar.

Sementara itu, manajer investasi global kini mulai mempertimbangkan faktor kekinian seperti implementasi ESG dalam menentukan valuasi saham sebuah perusahaan.

Meski demikian, Djony menggarisbawahi bahwa itu bukan tujuan utama perseroan. “Jadi, bukan semata-mata kami ingin meng-address masalah harga saham. Harga saham (memang) merupakan satu ukuran, tetapi bukan satu-satunya ukuran,” jelas dia.

Bagi Astra, lanjut Djony, yang terpenting adalah bisa memastikan setiap bisnis unit grup bergerak baik dan seirama, mempunyai fundamental yang kuat, serta memiliki tingkat efisiensi dan produktivitas yang baik pula.

“(Sehingga), semuanya bisa memberikan return yang baik kepada shareholders. Dengan ESG dan perseroan masuk ke TCFD (Task Force on Climate-related Financial Disclosures) atau standar pelaporan keberlanjutan internasional, mudah-mudahan bisa membawa berkah harga saham yang lebih baik,” ucap dia.

Secara terpisah, Head of Investment PT Reswara Gian Investa, Kiswoyo Adi Joe memprediksi saham ASII tahun ini berpeluang menembus level Rp 8.000 dan akan menjadi salah satu saham penggerak indeks harga saham gabungan (IHSG).

Menurut Kiswoyo, valuasi ASII saat ini bisa dibilang wajar, meskipun masih relatif murah. Hanya saja yang menjadi catatan, jika harga ASII tahun ini mampu menyentuh Rp 8.500, berarti sudah cukup signifikan sebagai saham penggerak IHSG. “Harga ASII tahun ini semestinya minimal bisa mencapai Rp 8.500. Jadi, level Rp 8.000 bisa lewat,” ujarnya. (DM05)

Latest News

Genjot Peningkatan Produksi Pangan Asal Ternak, Kementan Gandeng Pelaku Usaha

Dalam upaya peningkatan produksi pangan, khususnya pangan asal ternak untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan tujuan ekspor, Kementerian Pertanian...

More Articles Like This