Bagi masyarakat Suku Moi, Masangkede adalah tradisi turun temurun yang masih dilestarikan sampai saat ini, karena merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang Suku Moi.
Tradisi membuat api dari batang bambu ini atau sering dikenal dengan sebutan Masangkede oleh Suku Moi Kelin Sorong, Provinsi Papua Barat, masih dipertahankan oleh masyarakat adat setempat sampai saat ini.
Seorang warga keturunan suku Moi yang berada di Kampung Malaumkarta Kabupaten Sorong, dikenal dengan sebutan Mama Adolfina Sapisa, pada hari Selasa mengaku masih mempertahankan tradisi Masangkede yang diwariskan oleh nenek moyang suku Moi Kelin secara turun-temurun.
Bahkan dengan lancarnya dia kemudian memperagakan tradisi Masangkede di hadapan tim liputan TV Jakarta.
Kepiawaiannya sangat mengagumkan menyalakan api hanya dengan sepotong bambu kering, batu, dan serabut pohon nipa yang sudah diolah menjadi kering dalam hitungan detik Mama Adolfina mampu membuat api.
Namun menurut Mama Adolfina, ternyata tidak semua jenis bambu dapat digunakan dan hanya jenis bambu khusus yang hanya diketahui oleh masyarakat adat Moi Kelin.
Syaratnya agar cepat menghasilkan bara api, serabut dari pohon nipa harus sudah dikeringkan dan dalam bahasa suku MOI Kelin disebut Ligi.
“Ligi kemudian dijepit dengan batu lalu digesek pada batang bambu kering hingga menghasilkan api. Tradisi ini bisa digunakan orang tua dulu di rumah maupun di kebun,” ujarnya.
Namun sayangnya, di zaman yang serba canggih seperti saat ini, menurut Mama Adolfina tradisi Masangkede tersebut sudah hampir punah karena jarang digunakan di zaman sekarang ini.
“Banyak orang tua apabila generasi muda saat ini sudah tidak tahu tradisi Masangkede sehingga warisan budaya Suku Moi Kelin ini terancam punah,” tambah dia. (DM06)