Menurut pengamat ekonomi sekaligus Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menyatakan pendapatnya bahwa keputusan pemerintah yang tidak akan mengekspor energi baru terbarukan (EBT) akan berdampak pada iklim investasi di Indonesia.
“Pengembangan energi baru terbarukan dibutuhkan teknologi yang tidak dimiliki Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia harus menggandeng investor pemilik teknologi. Investor akan urungkan niat investasi di Indonesia kalau pasar dibatasi hanya untuk dalam negeri tanpa bisa diekspor,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta, pada hari Kamis.
Hal tersebut berdasarkan pernyataan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia belum berpikir untuk mengekspor energi baru terbarukan ke negara manapun.
Namun dia mempersilahkan kepada investor untuk menanamkan modal pada sektor energi baru terbarukan di Indonesia. Namun, produk setrum bersihnya tidak akan diekspor agar membangun industri lokal di dalam negeri.
Pemerintah terus mendorong pengembangan energi hijau dan ramah lingkungan, termasuk mengembangkan potensi sumber energi baru terbarukan hingga mendorong ekosistem kendaraan listrik dan baterai kendaraan listrik di dalam negeri.
Pengembangan energi yang ramah lingkungan juga sejalan dengan target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia untuk bisa mencapai target netralitas karbon pada 2060 atau lebih cepat.
Namun menurut Fahmy, dia menilai bahwa pernyataan Menteri Bahlil itu tidak sesuai dengan investasi energi baru terbarukan yang telah dilakukan oleh Pertamina dan PLN yang bekerja sama dengan investor asing.
Karena menurutnya Pertamina sudah menggandeng perusahaan Eni Italia untuk menghasilkan bahan bakar nabati B100 yang akan dipasarkan ke dalam dan luar negeri.
Bahkan anak perusahaan PLN sendiri telah bekerja sama dengan perusahaan Singapura untuk menghasilkan listrik yang seluruh setrumnya dijual ke Singapura.
Oleh karena itu lanjut Fahmy, dia menyarankan agar pemerintah berpikir ulang dan segera membatalkan rencananya untuk tidak mengekspor energi baru terbarukan, agar kedepannya tidak menajdi blunder. (DM06)