Seperti kita ketahui Negara Indonesia merupakan produsen dan pengekspor minyak sawit tersebar di dunia yang mampu menyerap sekitar 3 juta tenaga kerja dan menghasilkan sekitar 4,5 persen dari produk domestik bruto.
Kelapa sawit sendiri dikenal sebagai buah yang unik, karena memiliki manfaat cukup banyak mulai dari buahnya, pelepah, batang, cangkang, serat, tanda kosong hingga limbahnya dapat diolah menjadi berbagai macam produk.
Pada proses pengolahan Tanda Buah Segar (TBS) misalnya akan dihasilkan Crude Palm Oil (CPO), kernel, mesocarp fiber, dan palm oil Mills, effluent (Pome).
Dalam pengolahan Tanda buah segar kelapa sawit menjadi CPO akan menghasilkan limbah padat dan limbah cair, produksi limbah padat dan limbah cair dari pengolahan kelapa sawit tersebut cenderung meningkat, hal ini berbanding lurus dengan peningkatnya produksi tanda buah segar dan luasnya areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Untuk mengurangi makin banyaknya limbah dari pabrik pengolahan kelapa sawit dan memanfaatkan limbah tersebut, belum lama Indonesia berencana akan membuat proyek biometana dari limbah pabrik kelapa sawit untuk menghasilkan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) sebagai produk energi baru terbarukan yang ramah lingkungan dan rendah emisi.
Proyek tersebut merupakan kerja sama lintas negara antara perusahaan pelat merah PT Pertamina (Persero) dan tiga perusahaan gas asal Jepang yakni Osaka Gas, JGC Holdings, dan Inpex Coorporation.
“Selain mengembangkan energi baru terbarukan, kerja sama itu akan membantu mengatasi tantangan lingkungan terutama dengan mengubah limbah kelapa sawit menjadi energi ramah lingkungan,” kata Vice President Komunikasi Korporat Pertamina Heppy Wulansari dalam keterangannya di Jakarta.
Proyek biometana ini merupakan bagian dari perwujudan Asia Energy Transition Initiative (AETI) yang diluncurkan Pemerintah Jepang pada 2021. Tujuannya mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sekaligus mendukung pencapaian netralitas karbon di kawasan Asia melalui transisi menuju energi bersih.
Limbah pabrik kelapa sawit diketahui mengandung bahan organik yang menghasilkan emisi metana yang signifikan. Metana memiliki dampak pemanasan global 25 kali lebih besar dibandingkan dengan karbon dioksida.
Proyek tersebut dimaksudkan sebagai usaha mengurangi emisi gas rumah kaca dari limbah sawit dengan mengubahnya menjadi bahan bakar organik, sehingga akan berkontribusi terhadap pasokan energi bersih secara berkelanjutan.
Kabarnya Pertamina dan mitra akan bersama-sama melakukan studi kelayakan proyek, termasuk kerja sama dalam penelitian dan pengembangan teknologi serta solusi yang berkaitan dengan produksi biometana dari sumber limbah pabrik kelapa sawit yang berlokasi di Sumatera dan Kalimantan.
Nantinya, produksi biometana akan disalurkan melalui jaringan gas yang dimiliki Pertamina, sehingga bisa memenuhi permintaan gas alam yang terus meningkat dan sekaligus berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon.
Kerja sama ini juga akan mengkaji peluang memanfaatkan mekanisme kredit karbon dan skema sertifikasi biometana untuk mengamankan netralitas karbon. Selain itu, kerja sama tersebut juga akan mengkaji peluang pemasaran biometana atau bio-LNG dan bahan bakar bunker, termasuk ekspor bio-LNG ke Jepang dan juga negara lain.
Heppy mengatakan Pertamina memosisikan kerja sama itu sebagai kelanjutan dari beberapa proyek pengembangan energi hijau yang telah dikembangkan perseroan selama ini. Kerja sama itu juga bagian dari upaya mendukung upaya pemerintah mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 30 persen sebelum tahun 2030.
Dalam proyek itu, Pertamina akan menyediakan beberapa fasilitas dan lokasi studi di Sumatera dan Kalimantan.
Heppy berharap kerja sama itu bisa membantu memenuhi kebutuhan gas bumi di sektor industri dan rumah tangga, serta memperluas pengembangan jaringan gas bumi yang dimiliki perusahaan. (DM06)