Dalam dunia perbankan seperti diketahui bahwa Standard & Poor’s adalah penyedia indeks terkemuka di Dunia dan perusahaan peringkat kredit independen. Dimana perusahaan ini memberi ranting obligasi, saham, surat berharga dan perusahaan Asuransi.
Selain itu Standard & poor’s juga mengkompilasi indeks pasar saham, berpengaruh dan menerbitkan laporan, panduan serta buku pegangan pada topik keuangan.
Indeks s&p 500 sendiri pertama kali diluncurkan pada tahun 1957, merupakan indeks pertama yang diterbitkan dan kini menjadi tolak ukur atau acuan yang digunakan untuk menilai kinerja pasar saham perusahaan besar dan juga menjadi patokan untuk sejumlah dana indeks saham ( stock index funds) sebuah perusahaan besar.
Indeks S&P ini juga yang digunakan oleh Bank Indonesia (BI) untuk memastikan terjaganya stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan serta memperkuat sinergis dengan pemerintah guna mempercepat proses pemulihan ekonomi Nasional.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, menilai bahwa Afirmasi Sovereign Credit Rating Indonesia disertai dengan Revisi keatas Outlook menjadi stabil oleh lembaga pemeringkat S&P.
Dengan pemeringkat S&P menunjukkan stabilitas makro ekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah tanah air. Terlebih lagi kondisi tersebut ditengah peningkatan risiko global yang berasal dari tensi Geopolitik Negara Rusia dan Ukraina yang semakin memperlambat ekonomi global dan peningkatan tekanan inflasi.
” Hal ini didukung oleh kredit bilitas kebijakan dan sinergi bauran, kebijakan yang kuat antara Bank Indonesia dan pemerintah”.
Nantinya kedepannya Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan global dan domestik, serta merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan.
Bahkan S&P memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 akan meningkat menjadi 5,1 persen setelah sebelumnya tumbuh 3,7 persen di tahun 2021, meskipun peningkatan harga komoditas diperkirakan mampu mendorong pendapatan perusahaan dan penerima fiskal, namun terdapat risiko penurunan pertumbuhan ekonomi global yang dapat menekan permintaan global.
Selain itu, kenaikan inflasi berpotensi menekan kinerja konsumsi domestik, namun S&P menilai UU cipta kerja yang di sah kan tahun 2020 akan memperbaiki iklim usaha sehingga mampu mendorong investigasi dan tingkat pertumbuhan potensi ekonomi.
Hutang pemerintah Indonesia juga diperkirakan akan relatif stabil pasca peningkatan signifikan pada tahun 2020. Namun beban bunga akan berpotensi meningkat seiring dengan tren kenaikan suku bunga global selama 1 hingga 2 tahun ke depan
S&P mencatat BI telah berperan signifikan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan meredam dampak gejolak ekonomi serta keuangan terhadap ekonomi domestik. Dukungan bank sentral dalam pembiayaan defisit fiskal melalui pembelian surat berharga dapat membantu pemerintah mengelola beban bunga ketika pasar keuangan sedang mengalami tekanan. (DM06)