Perayaan idul fitri bagi sebagian orang tidak hanya identik dengan saling bermaaf-maafan tetapi juga lekat dengan budaya “salam tempel” Yaitu pemberian tunjangan hari raya (THR) saat lebaran.
Tradisi berbagi uang THR pertama kali dipopulerkan oleh Khalifah Dinasti Fatimiyah di Afrika Utara pada abad pertengahan dengan membagikan pakaian dan permen, namun diakhir era Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman) sekitar 5 abad kemudian kegiatan berbagi THR berubah dalam bentuk uang.
Pemberian THR yang mendapat pengaruh budaya Arab dan Tionghoa tersebut tidak hanya dilakukan masyarakat biasa tetapi juga kalangan pejabat bahkan oleh sejumlah perusahaan di Indonesia.
Tidak heran jika peredaran uang THR dan keperluan untuk mudik serta perayaan idul fitri menjadi salah satu pendorong meningkatnya peredaran uang menjelang idul fitri tahun ini.
Bank Indonesia (BI) misalnya telah mencatat adanya perkembangan likuidasi perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) mengalami peningkatan yang lebih tinggi pada bulan Maret menjelang idul fitri 2022.
Bank Indonesia mencatat pada bulan Maret mencapai Rp 7.810,9 triliun atau tumbuh 13,3 secara tahunan (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan pebruari yang tercatat sebesar 12,8 persen (yoy).
Menurut Kepala Grup Departemen komunikasi bank Indonesia Junanto Herdiawan, “perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sebesar 18,7 persen (yoy) dan pertumbuhan uang kuasi sebesar 6,9 persen (yoy)”.
Meningkatnya peredaran uang tersebut juga dipengaruhi oleh pertumbuhan uang kartel serta tabungan rupiah yang dapat ditarik sewaktu-waktu, yang pada bulan Maret tercatat 792,6 triliun atau tumbuh sebesar 14,5 persen (yoy) sejalan dengan meningkatnya aktivitas masyarakat seiring meredanya kasus covid-19.
Sedangkan tabungan rupiah yang ditarik sewaktu-waktu dengan pangsal 48,2 persen tercatat sebesar Rp 2.097,4 triliun pada posisi laporan atau tumbuh 14,0 persen secara tahunan. Sementara pertumbuhan giro rupiah pada bulan Maret tercatat stabil sebesar 28,8 persen secara tahunan.
Disisi lain peningkatan uang kuasai terutama bersumber dari komponen tabungan lainnya serta giro valas, Bank Indonesia mencatat adanya simpanan berjangka yang tumbuh melambat 2,4 persen (yoy) seiring dengan semakin rendahnya suku bunga yang ditawarkan. (DM06)