No menu items!

DJP : PPN Untuk Hasil Pertanian Hanya Dikenakan Sebesar 1,1 %

Must Read

Terkait dengan kenaikan pajak yang dikenakan pada hasil pertanian, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Neilmaldrin Noor menegaskan bahwa hasil pertanian hanya dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 % dari tarif PPN atau 1,1 %.

Selanjutnya dia juga menambahkan bahwa PPN atas barang hasil pertanian tertentu (BHPT) bukanlah merupakan pajak baru.

“Pengenaan PPN atas barang hasil pertanian tertentu ini juga bukan pajak baru, sudah dikenakan PPN sejak tahun 2013 dengan tarif 10 %,” katanya dalam keterangan resmi seperti dikutip di Jakarta, pada hari Senin, 11 April 2022.

Untuk itu tata cara pemungutan PPN untuk objek pajak ini terus disederhanakan, termasuk melalui PMK-64/PMK.03/2022 tentang PPN atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu yang mulai berlaku tanggal 1 April 2022.

Sementara itu dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa PPN BHPT dipungut dengan besaran tertentu yakni 1,1 persen final dari harga jual, dimana tujuannya adalah memberikan rasa keadilan dan menyederhanakan administrasi perpajakan.

“Selain latar belakangnya adalah karena telah terbitnya UU HPP (Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan), beleid ini berkomitmen tetap memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum, serta menyederhanakan administrasi perpajakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban bagi pengusaha yang menyerahkan barang hasil pertanian tertentu,” terangnya.

Seperti disebutkan dalam PMK Nomor 64 Tahun 2022, pemerintah mengatur BHPT yang merupakan objek pajak terdiri dari cangkang dan tempurung kelapa sawit, biji kakao kering, biji kopi sangrai, kacang mete, sekam dan dedak padi, serta klobot jagung yang semuanya telah melewati proses seperti dipotong, direbus, diperam, difermentasi ataupun proses lanjutan lainnya.

Selanjutnya, PPN terutang dipungut menggunakan besaran tertentu sebesar 1,1 persen final dari harga jual dan pengusaha kena pajak (PKP) wajib menerbitkan faktur pajak saat penyerahan BHPT.

Melemahnya Rupiah dipengaruhi pengetatan moneter The Fed

Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan ini melemah tipis dipengaruhi sentimen pengetatan kebijakan moneter The Fed.

Rupiah ditutup melemah 3 poin atau 0,02 persen ke posisi Rp14.365 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.362 per dolar AS.

“Pelaku pasar masih fokus pada kebijakan moneter The Fed yang hawkish,” tulis Tim Riset Monex Investindo dalam kajiannya di Jakarta, pada hari Senin, 11 April 2022.

Prospek pengetatan bank sentral yang lebih agresif untuk mengekang inflasi yang melonjak telah memicu minat investor terhadap aset aman dolar AS.

Kabarnya The Fed kini sudah bersiap akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat dan terbuka untuk kenaikan sebesar 50 basis poin pada akhir bulan ini.

Sementara itu kekhawatiran pasar bertambah karena Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan telah menunjuk Jenderal Angkatan Darat Alexander Dvornikov sebagai komandan baru serangan Rusia ke Ukraina. Tentu saja hal ini dinilai akan memicu ketegangan selanjutnya dan diprediksi akan terus berlangsung.

Seperti diketahui bahwa rupiah pada pagi hari sebelumnya dibuka melemah ke posisi Rp14.387 per dolar AS. Sepanjang hari rupiah bergerak di kisaran Rp14.363 per dolar AS hingga Rp14.387 per dolar AS.

Sementara itu, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Senin menguat ke posisi Rp14.370 per dolar AS dibandingkan posisi hari sebelumnya Rp14.365 per dolar AS. (DM06)

Latest News

Genjot Peningkatan Produksi Pangan Asal Ternak, Kementan Gandeng Pelaku Usaha

Dalam upaya peningkatan produksi pangan, khususnya pangan asal ternak untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan tujuan ekspor, Kementerian Pertanian...

More Articles Like This