No menu items!

CIPS : OJK Prioritaskan Literasi Keuangan dan Digital Untuk Masyarakat

Must Read

Untuk menghindari adanya kasus yang merugikan masyarakat mengenai layanan keuangan, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai literasi keuangan dan digital kepada masyarakat perlu menjadi prioritas Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2022-2027.

Tidak kalah pentingnya juga mengenai penguasaan literasi keuangan yang memadai akan membantu masyarakat dalam memilih produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan perencanaannya.

“Peningkatan terhadap akses keuangan belum dibarengi dengan peningkatan pengetahuan masyarakat akan layanan keuangan yang diaksesnya,” kata Peneliti CIPS Thomas Dewaranu dalam keterangan resmi di Jakarta, pada hari Jumat, 8 April 2022.

Masyarakat Perlu Literasi & Edukasi Keuangan

CIPS juga menyarankan, selain mengenai edukasi literasi keuangan, dia juga berpendapat masyarakat pun perlu mendapatkan edukasi mengenai literasi digital, seiring dengan pandemi COVID-19 yang mengakselerasi kegiatan masyarakat pada ranah digital, termasuk layanan dan transaksi keuangan.

Digitalisasi jasa dan produk keuangan memang meningkatkan akses masyarakat Indonesia terhadap produk keuangan sesuai dengan kebutuhan masing-masing, namun di sisi lain peningkatan terhadap akses keuangan belum dibarengi dengan peningkatan pengetahuan masyarakat akan layanan keuangan yang diaksesnya.

Menurut CIPS, kesenjangan antara literasi keuangan dan inklusi keuangan terlihat dari survei terakhir yang dilakukan oleh OJK pada 2019, yakni inklusi keuangan mencapai 76 persen dan tidak sebanding dengan literasi keuangan yang masih di level 38 persen.

Artinya, lanjut Thomas, masyarakat sudah banyak mengakses jasa dan produk keuangan tanpa ada pemahaman yang mumpuni tentang jenis serta risiko dari masing-masing produk dan layanan keuangan, sehingga berpotensi meningkatkan insiden pengambilan keputusan keuangan yang buruk atau bahkan terjerat ke dalam produk-produk ilegal.

Penelitian CIPS menunjukkan produk keuangan yang semakin berkembang juga menjadi tantangan bagi konsumen, seperti produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit link misalnya, yang kerap panen keluhan dari para penggunanya.

OJK Perlu Dukung Perkembangan Layanan Fintech

Data Sistem Aplikasi Pelaporan Edukasi dan Perlindungan Konsumen (SiPEDULI) menunjukkan jumlah keluhan terkait asuransi unit link meningkat dari 500 komplain pada tahun 2015 menjadi lebih dari 2.600 komplain pada tahun 2017, yang menjadi indikasi akan keterbatasan pemahaman di kalangan konsumen PAYDI terhadap produk yang diaksesnya.

Harapannya kedepannya Surat Edaran OJK Nomor 5/SEOJK.05/2022 yang baru diterbitkan memiliki kemampuan untuk memitigasi hal ini.

Tidak hanya itu perkembangan financial technology (Fintech) perlu mendapat dukungan dari OJK. Karena bagaimanapun Financial Technology (Fintech) banyak memberikan manfaat, khususnya di bidang peningkatan inklusi keuangan, tetapi dukungan perkembangan tersebut tanpa menghilangkan ciri khasnya.

Dukungan tersebut perlu dimulai melalui pembenahan seperti peningkatan modal fintech P2P lending, peningkatan kewajiban disbursement ke daerah non Jawa dan Sumatera, serta penyaluran terhadap usaha-usaha UMKM produktif, menurut Thomas, perlu dilakukan tanpa mengganggu minat investor di sektor fintech, termasuk investor ritel yang menjadi peminjam dalam layanan P2P lending.

“Ke depan memang perlu dilihat apakah OJK akan mengatur fintech secara activity-based atau entity-based, atau kombinasi dari keduanya. Yang manapun itu, jangan sampai iklim yang mendukung inovasi yang selama ini sudah berjalan baik di sektor fintech menjadi terdisrupsi,” tutup Thomas.(DM06)

Latest News

Genjot Peningkatan Produksi Pangan Asal Ternak, Kementan Gandeng Pelaku Usaha

Dalam upaya peningkatan produksi pangan, khususnya pangan asal ternak untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan tujuan ekspor, Kementerian Pertanian...

More Articles Like This