Oleh : Entang Sastraatmadja (Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat)
Pemerintah memberi jaminan kebutuhan bahan pangan pokok menjelang bulan ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri aman dan cukup terkendali. Keterangan yang disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasir Limpo memberi keyakinan kepada kita tentang data yang memperkuat penjaminan diatas.
Mentan mengatakan ketersediaan relatif aman untuk komoditas beras, jagung, bawang merah, cabai merah, daging ayam, telur ayam, dan minyak goreng. Ketersediaan komoditas tersebut diperkirakan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Sementara stok kedelai, bawang putih, daging sapi, dan gula konsumsi pemenuhannya selain produksi dalam negeri juga dari substitusi impor.
Ketersediaan bahan pangan pokok, memang telah menjadi perhatian Pemerintah menjelang tiba nya Hari Besar Keagamaan Nasional. Setiap tahun Pemerintah Daerah selalu melakukan Rapat Koordinasi antara Satuan Kerja Pemerintah Daerah dengan kalangan Dunia Usaha, Asosiasi dan Komunitas.
Mereka secara inten melakukan pemotretan terhadap stok pangan yang ada. Berbagai masalah diungkap dalam Rapat Koordinasi tersebut. Bahkan di beberapa daerah sering dihadirkan kalangan akademisi untuk membuat pemetaan dari data yang ada untuk kemudian dijadikan bahan dasar penyusunan kebijakan, strategi, program dan kegiatan pembangunan pangan ke depan.
Namun begitu, yang dibutuhkan masyarakat, sebetul nya bukan hanya terkait dengan ketersediaan pangan saja, tapi soal harga bahan pangan di pasar pun jangan sampai terlupakan untuk dikendalikan. Apalah arti nya bahan pangan yang tersedia cukup aman, jika harga yang terjadi di pasar membungbung tinggi dan tidak lagi dapat dibeli masyarakat.
Hal ini menjadi sangat penting untuk dicermati manakala terekam pendapatan masyarakat yang tidak meningkat sebagai dampak nyata Pandemi Covid 19 yang belum juga berakhir. Oleh karena nya, jika kita sudah berani menyatakan ketersediaan stok bahan pangan aman dan terkendali, mesti nya dilanjutkan dengan penjaminan bahwa harga bahan pangan pun akan dapat dikendalikan dengan baik dan tidak menjadi sebuah bola liar.
Kejadian yang menimpa daging sapi, minyak goreng dan gula pasir betul-betul cukup mengejutkan kita semua. Terlebih-lebih kasus minyak goreng yang membuat emak-emak cukup kesusahan di banyak daerah. Hati pun menjadi trenyuh ketika menyaksikan ibu-ibu rumah tangga terpaksa antri guna memperoleh satu atai dua liter minyak goreng.
Lebih sedih nya lagi, ketika minyak goreng langka di pasaran. Pemerintah tampak seperti yang kalang kabut menghadapi nya. Seabreg alasan disiapkan. Ada yang menuding semua nya diakibatkan oleh terjadi nya perang Rusia – Ukraina. Ada juga yang menyebut karena ulah Mafia Pangan dan yang lebih tegas lagi ada yang menuduh karena para pedagang memang mencari untung besar.
Yang membuat kita semakin miris adalah mengapa setelah Harga Eceran Tertinggi (HET) dicabut, tiba-tiba minyak goreng yang semula langka, kini jadi berlimpah ? Arti nya, pada saat masyarakat kesusahan memperoleh minyak goreng, di sudut lain ada oknum yang “menyimpan” minyak goreng tersebut secara besar-besaran.
Bukti nya, sekarang minyak goreng ada di toko-toko, sekali pun harga yang terjadi naik lebih dari 70 % terhadap harga sebelum krisis minyak goreng terjadi. Ini sebetul nya yang membuat publik bertanya-tanya. Pertanyaan pun muncul kemana saja Pemerintah ketika rakyat benar-benar membutuhkan minyak goreng guna memenuhi kebutuhan rumah tangga nya ?
Merangkak naik harga pangan pokok menjelang bulan ramadhan dan Hari Lebaran, sebetul nya hal yang sudah biasa di negara kita. Masyarakat tentu tidak akan meributkan nya, selama kenaikan itu berlangsung dengan penuh kewajaran. Justru yang disebut dengan harga yang wajar itu berapa ? Apakah kenaikan harga daging sapi dari Rp. 100 ribu rupiah per kilogram nya menjadi Rp. 140 ribu per kilo gram nya adalah wajar ?
Atau, apakah harga minyak goreng yang semula harga nya Tp. 14.000 per liter menjadi Rp 24.000 per liter nya, bisa dikatakan wajar ? Rasa-rasa nya, kenaikan harga yang cukup fantastis ini betul-betul mengagetkan masyarakat. Kaget bukan karena melihat harga, tapi juga bingung mengingat penghasilan masyarakat yang tidak bertambah. Apalagi bagi golongan masyarakat yang mengandalkan bantuan sosial guna menyambung nyawa kehidupan nya.
Merajut ketersediaan pangan pokok dengan tingkat harga yang terjadi di pasar merupakan kebutuhan utama dalam merumuskan pembangunan pangan berbasis tuntutan rakyat. Tugas dan tanggungjawab Pemerintah adalah berani memastikan ketersediaan itu aman dan terkendali sekaligus juga menjamin terjadi nya stabilisasi harga pangan itu sendiri.
Jadi, rakyat belum tentu akan suka jika ada pejabat yang bicara soal aman nya ketersediaan bahan pangan pokok, namun harga yang terjadi di pasar malah tidak mampu lagi dikendalikan Pemerintah. Itu sebab nya, kalau Menteri Pertanian sudah berani bicara lantang soal ketersediaan yang aman dan terkendali, pasti kita juga menunggu pernyataan Menteri Perdagangan yang berani memberi jaminan kepada rakyat tentang stabilisasi harga bahan pangan pokok tersebut.
Dihadapkan pada suasana yang demikian, sepatut nya Pemerintah tidak lagi tampil sebagai “pemadam kebakaran” dalam mensolusikan masalah ketidak-harmonisan antara ketersediaan dan harga pangan yang terjadi pasar, tapi sudah waktu nya melakukan “deteksi dini”. Gaya Operasi Pasar sudah waktu nya ditinggalkan. Sebab dalam berbagai kasus memang tidak mampu menuntaskan akar masalah nya.
Jangan lagi Pemerintah berpikir hanya untuk memuaskan kepentingan sesaat tapi mind-set nya penting digeser ke arah kepentingan jangka panjang. Dalam pengembangan deteksi dini, Pemerintah dapat berkolaborasi dan bersinergi dengan kalangan akademisi guna menyusun pendekatan teknokrstik yang ditopang oleh ada nya data pangan yang berkualitas. Ini penting, karena hanya dengan data yang berkualitas itulah, kita akan mampu merumuskan kebijakan yang berkualitas pula.
Kini inti masalah nya sudah mulai tergambarkan. Ketersediaan dan harga pangan, mesti nya ditangani secara bersamaan. Jangan sampai ada yang dibiarkan penanganan nya. Ketersediaan pangan pasti harus aman dan terkendali dalam menghadapi Hari Hari Besar Keagamaan Nasional. Seiring dengan itu, harga pangan juga harus stabil.(*)