PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) akan meningkatkan rasio co-firing. Saat ini sebesar 5 persen input bahan bakar 275 ribu ton menggunakan biomassa. Bahkan menargetkan bisa mencapai 100 persen menggunakan bahan bakar biomassa sebelum 2035.
Pelaksana Harian General Manager UP Paiton 1 – 2, Anggoro Hadi Novianto di Probolinggo, Sabtu mengatakan co-firing di pembangkit listrik Paiton adalah melakukan substitusi batu bara pada rasio tertentu dengan bahan biomassa dari serbuk kayu.
Ia menjelaskan sejak komersialisasi pertama pada Juni 2020, rasio biomassa hanya mencapai 0,41 persen dan kini sudah mendekati target bauran 5 persen atau sekitar 4,4 persen dari total kapasitas input pembangkit sebesar 275 ribu ton.
“Kami dorong terus hingga mendekati 20 persen, namun kami masih meneliti penggunaan biomassa serbuk kayu tersebut. Dan jika berhasil, saya percaya bahwa di masa depan dua pembangkit dengan kapasitas 2×400 mega watt (MW) itu bisa beroperasi menggunakan 100 persen biomassa sebelum 2035,” katanya dikutip Minggu (6/2/2022).
Anggoro mengatakan PT PJB merupakan pelopor komersialisasi co-firing biomassa dengan menggunakan sawdust (serbuk kayu). Karena itu, PJB terus berupaya untuk menjadi yang terdepan dalam bidang tersebut.
Untuk serbuk kayu, kata dia, didapat dari pengepul di wilayah Probolinggo, Bondowoso, Jember dan Lumajang. Namun, PJB juga terus berupaya mencari sumber biomassa lain. Salah satunya, dengan mencoba penanaman pohon kaliandra yang saat ini sudah mencoba menanam 20 ribu pohon kaliandra sebagai proyek percontohan.
“Kalau proyek ini berhasil, kami bisa menciptakan ekosistem suplai chain untuk bahan bakar alternatif di PLTU kami,” katanya.
Sementara itu, upaya peningkatan co-firing sejalan dengan upaya PJB mendukung isu strategis global untuk memenuhi Paris Agreement dan juga mendukung transformasi PLN pada pilar hijau.
Sejak go-live, co-firing PLU Paiton 1-2 telah berkontribusi terhadap pencapaian EBT sebanyak 7,4 MW tanpa belanja modal atau setara 16,14 juta kWh.
“Dengan mengganti sumber energi dari batubara menjadi biomassa, harusnya kami masih bisa beroperasi karena masuk kategori EBT,” katanya.(DM04)