Oleh : Entang Sastraatmadja (Ketua DPD HKTI Jawa Barat)
Sejak beberapa tahun belakangan ini, yang nama nya Kelompok Tani atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), kerap kali mengemuka menjadi masalah yang cukup menarik untuk dibincangkan lebih dalam lagi. Pembahasan, tentu bukan hanya sekedar berkaitan dengan kiprah kelembagaan petani semata, namun terekam pula ada nya pihak-pihak tertentu yang ingin memanfaatkan Kelompok Tani ini sebagai alat kepentingan politik.
Ada Kementerian yang menjadikan Kelompok Tani atau Gapoktan sebagai kepanjangan tangan Partai Politik yang dikemas dalam berbagai program dan kegiatan pembangunan. Fenomena seperti ini, tentu saja membuat suasana pengkotakan terhadap Kelompok Tani di lapangan. Di satu sisi ada Kelompok Tani yang mendapat bantuan karena ada kaitan nya dengan Dana Aspirasi dan Daerah Pemilihan para Wakil Rakyat, namun di sisi lain, ada juga Kelompok Tani yang terpaksa gigit jari, karena tidak kebagian bantuan.
Kondisi semacam ini, tentu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, mengingat Kelompok Tani atau Gapoktan, bukanlah kepanjangan Partai Politik. Kita berkewajiban untuk mencarikan solusi cerdas, agar kehadiran kelembagaan petani di lapangan, benar-benar memberi manfaat nyata bagi percepatan peningkatan kesejahteraan petani. Itu sebab nya, dibutuhkan ada nya “darah baru” dalam pengembangan Kelompok Tani.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang Undang No. 19 Tahun 2013 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Petani, yang disebut dengan Kelompok Tani adalah kumpulan Petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan; kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, sumber daya; kesamaan komoditas; dan keakraban untuk meningkatkan serta mengembangkan usaha anggota.
Kelompok Tani yang kalau bergabung menjadi Gabungan Kelompok Tani, diharapkan mampu membawa para anggota nya ke dalam suasana hidup yang lebih baik dan sejahtera. Kelompok Tani adalah bentuk kelembagaan petani yang lebih mengedepankan kekeluargaan sesama petani, ketimbang memikirkan hal-hal yang bersifat ekonomis. Itu sebab nya, seiring dengan tuntutan jaman, sekarang ini ramai dikembangkan kelembagaan ekonomi petani. Korporasi Petani merupakan bentuk konkrit dari Kelembagaan Ekonomi Petani.
Potret Kelompok Tani saat ini, memang sangat jauh berbeda dibandingkan di awal-awal pembentukan nya. Semangat para petani untuk bergabung dalam wadah kelompok tani saat itu, lebih diwarnai oleh ada nya harapan yang ingin dicapai. Kelompok Tani dinilai sebagai wadah penyelamat untuk merubah nasib kehidupan mereka. Kelompok Tani dipercaya akan mampu menjadi lembaga yang dapat meningkatkan pendapatan petani.
Sebagai organisasi petani, Kelompok Tani yang kemudian bergabung menjadi Gabungan Kelompok Tani, seringkali mendapat bantuan dari Pemerintah. Mulai dari bantuan bibit, pupuk dengan harga subsidi, alat-alat mesin pertanian, dan lain sebagai nya. Selain itu, ada juga bantuan uang yang langsung masuk ke dalam rekening Gabungan Kelompok Tani nya. Ironis nya, sejalan dengan semakin marak nya bantuan yang diterima, ternyata tingkat kesejahteraan petani tetap jalan ditempat.
Dampak marak nya bantuan Pemerintah melalui Gabungan Kelompok Tani, tentu saja melahirkan persepsi baru di kalangan petani. Dulu para petani mau bergabung di Kelompok Tani atau Gapoktan, karena mengharapkan ada nya perubahan nasib kehidupan melalui proses kebersamaan, namun sekarang para petani mau menjadi anggota kelompok tani atau Gabungan Kelompok Tani, karena mereka berharap bakal mendapatkan bantuan dari Pemerintah. Hal ini betul-betul memprihatinkan.
Petani yang mau bergabung ke dalam Kelompok atau Gabungan Kelompok hanya sekedar mengharap bantuan Pemerintah, tentu bukan itu yang dirancang oleh Pemerintah. Bantuan yang diberikan hanyalah sebagai modal awal untuk menggerakan kegiatan kelompok dan bukan digunakan hanya untuk kepentingan beberapa orang anggota kelompok nya saja.
Dengan bantuan ini Pemerintah berkeinginan agar Kelompok menjadi semakin dinamis dan tumbuh dengan kekuatan nya sendiri.
Sayang, dalam kenyataan nya, justru dengan banyak nya bantuan menyebabkan kelompok menjadi semakin tergantung dan jauh dari kemandirian nya. Kelompok tani bahkan Gapoktan, terekam semakin manja dan selalu berharap akan datang nya bantuan. Dalam benak mereka, bantuan merupakan sebuah kebutuhan, bukan lagi sebagai pelengkap kehidupan nya.
Mind-set yang kini semakin melekat kuat di benak petani tersebut, sudah saat nya kita kembalikan kepada semangat awal nya. Kelompok atau Gabungan dibentuk tidak dimaksudkan hanya untuk menerima bantuan, namun pembentukan itu dimaksudkan untuk lebih memberi peluang kepada para petani dalam mengembangkan kegiatan usahatani nya.
Dalam upaya menuju pembangunan pertanian yang lebih maju, mandiri dan modern, peran kelembagaan pertanian perlu didorong untuk memberikan kontribusi terhadap hal tesebut. Kelembagaan pertanian menjadi sebuah penggerak utama untuk mencapai kemajuan pertanian. Kelompok tani menjadi salah satu kelembagaan pertanian yang berperan penting dan menjadi ujung tombak karena kelompok tani merupakan pelaku utama dalam pembangunan pertanian.
Upaya revitalisasi kelompok tani memang bukan persoalan yang mudah. Banyak hal yang menjadi tantangan terutama pada era sekarang ini. Era reformasi yang kemudian dipertegas dengan diberlakukan nya Otonomi Daerah menjadi salah satu hal yang secara langsung maupun tidak, akan berdampak pada eksistensi kelompok tani.
Ada kecenderungan pemerintah daerah kurang memberikan perhatian terhadap kelembagaan pertanian khususnya kelompok tani. Padahal kelembagaan kelompok tani merupakan asset yang berharga dalam rangka menuju pembangunan pertanian yang maju mengingat bahwa di sebagian besar daerah, pertanian menjadi basis sektor pembangunan.
Semoga keinginan Pemerintah untuk mewujudkan Korporasi Petani sebagai kelembagaan ekonomi petani, akan diawali dengan memberi “darah baru” (giving a new life) bagi para anggota Kelompok Tani yang ada. Mari kita cermati bersama.(*)