Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa Indonesia akan resmi menjabat sebagai Presidensi G-20 pada 1 Desember 2021. Momentum ini diklaim akan mampu mendongkrak PDB hingga Rp 7,47 triliun.
“Presidensi G-20 dimulai sejak 1 Desember 2021 sampai dengan 30 November 2022 dengan tema utama adalah recover together recover stronger yang artinya pulih bersama dan tangguh bersama,” kata Menko Airlangga Hartarto saat Konferensi Pers G-20 secara daring, Selasa (14/9/2021).

Airlangga menyampaikan Presiden Joko Widodo akan menghadiri penutupan KTT G-20 di Roma pada 30-31 Oktober dan Presiden akan menerima secara resmi penyerahan tongkat estafet presidensi G-20 dari PM Italia kepada Presiden Republik Indonesia.
Untuk mendukung Presidensi Indonesia, lanjut Menko Airlangga, Indonesia telah menyiapkan 5 pilar prioritas, yakni peningkatan produktivitas untuk pemulihan atau promoting productivity, increasing resiliency and stability atau membangun ekonomi dunia yang tangguh pasca pandemi, lalu ensuring sustainabilty and inclusive growth atau menjamin pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
“Lalu enabling environment and partnership, ini menciptakan lingkungan kondusif dan kemitraan dengan pemangku kepentingan serta forging a stronger collective global leadership ini adalah kepemimpinan kolektif global untuk memperkuat solidaritas,” ujar Airlangga.
Airlangga menyampaikan bahwa beberapa rangkaian telah dipersiapkan saat Indonesia resmi menjabat sebagai Presidensi G-20, yakni 150 pertemuan dengan beberapa event sepanjang tahun dari tanggal 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. Pertemuan tersebut berbentuk working group yang akan dihadiri oleh deputi, menteri hingga kepala negara dan pemerintahan..
“Jumlah delegasi pertemuan sekitar 500-5800 orang per-event sepanjang tahun dan sesuai dengan arahan Bapak Presiden pertemuan akan dilakukan secara hybrid dengan mempertimbangkan kondisi pengendalian COVID-19 dan juga dilakukan secara fisik sesuai dengan parameter-parameter yang ada,” jelas Airlangga.
Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa Indonesia memastikan pertemuan side event di bawah Presidensi Indonesia akan mengikuti parameter kesehatan, menerapkan protokol kesehatan, melakukan level assesement terhadap pandemi sesuai dengan standar WHO.
“Dan terkait dengan persyaratan vaksinasi tentu ditentukan dan dilaksanakan di berbagai daerah yang ketersediaan rumah sakitnya klasifikasinya A,” ungkapnya.
Airlangga juga menyebut Presidensi G-20 Indonesia diprediksi akan meningkatkan konsumsi domestik hingga Rp1,7 triliun. Baik karena naiknya konsumsi domestik maupun penambahan lapangan kerja.
“Konsumsi domestik diperkirakan bisa mencapai Rp1,7 Triliun, penambahan PDB hingga Rp7,47 triliun dan kelipatan tenaga kerja sekitar 33 ribu di berbagai sektor,” ujar dia.
Prediksi tersebut, lanjutnya, diharapkan secara agregat akan naik hingga 1,5-2 kali lipat dari pertemuan IMF World Bank tahun 2018 lalu. Hal tersebut dikarenakan di bawah Presidensi Indonesia terdapat 150 pertemuan yang berlangsung selama 1 tahun atau selama 12 bulan.
“Ini juga menjadi momentum menampilkan keberhasilan reformasi struktural yang antara lain dengan Undang-Undang Cipta Kerja dan tentunya akan mendorong confidence dari investor global untuk percepatan pemulihan ekonomi dan mendorong kemitraan global yang saling menguntungkan,” katanya.
Selain memberikan dampak kepada perekonomian Indonesia, Airlangga menyampaikan Presidensi G-20 juga membawa dampak pada pembangunan sosial karena Indonesia berpeluang mendorong topik terkait dengan produksi dan distribusi vaksin.
“Kita terus mendorong agar vaksin ini menjadi global public goods dan juga aksesibilitas bagi masyarakat Indonesia dan negara berkembang yang berpendapatan rendah,” ujarnya.
Menurut dia Presidensi G-20 Indonesia akan mendorong koordinasi kebijakan global yang berkontribusi terhadap tata kelola dunia yang seimbang, membuat G-20 adaptif terhadap krisis, memperjuangkan kepentingan nasional di forum global termasuk antara lain isu-isu transformasi digital dan ekonomi inklusif.
Tak hanya itu, pemerintah menekankan pentingnya sinergi dan koordinasi kuat antara kementerian yang dan lembaga yang terlibat dalam 16 working group dan elemen non pemerintah serta masyarakat sipil dan madani yang terlibat di dalam 10 engagement group.
Pelibatan berbagai unsur lapisan masyarakat, kata Airlangga, mengindikasikan demokratisasi dalam pembahasan dan juga penentuan isu-isu strategis di tatanan global. Pelibatan seluruh kelompok kepentingan juga mencerminkan langkah inklusif dan keterbukaan pemerintah untuk merangkul seluruh komponen masyarakat guna mendukung pemulihan ekonomi nasional yang kuat dengan tata kelola yang baik.
“Upaya ini juga menegaskan kepada dunia internasional bahwa Indonesia siap untuk menjadi lokomotif pemulihan ekonomi global dengan semangat konsensus dan kebersamaan,” tutur dia.(DM04)